Banner 468 x 60px

 

Rabu, 12 April 2017

Budaya Money Politik

0 komentar
Oleh : A.Hendrik

       “Money Politik” dua kata tersebut bukan lagi hal yang asing bagi masyarakat. Masyarakat pun sudah mengetahui daripada istilah tersebut. Biasanya money politik ini terjadi menjelang pemilihan umum, banyak kalangan yang mengakui bahwa para dermawan politik mendadak muncul di sana-sini. Seolah-olah mereka menjadi ringan tangan mereka membantu warga yang membutuhkan bantuan. Para aktor politik yang nyalon dalam pemilu biasanya tak peduli yang dibutuhkan oleh warga itu bantuan dalam jumlah yang cukup besar ataupun jumlah yang sedang-sedang saja, yang terpenting adalah kepentingan politik mereka bisa tersampaikan.


          Pada umumnya para aktor politik yang nyalon ini mempunyai strategi atau metode tersendiri yaitu dengan cara money politik hal ini bisa dikatakan luar biasa. Misalnya saja di daerah kabupaten/kota money politik terlihat begitu kontras, para aktor politik ini langsung membeli suara dari tiap masyarakat dengan cara membagi-bagikan uang tunai pecahan untuk perorangnya, fenomena ini sungguh luar biasa.

           Bukan hanya itu saja yang dilakukan oleh para aktor politik. Kegiatan syukuranpun di lakukannya demi memperoleh suara terbanyak di pemilihan nanti. Sistem ini memang sangat di sukai oleh segilintir orang khususnya masyarakat yang masih awam terhadap kesadaran politik yaitu masyarakat yang kehidupannya kurang mencukupi. Pada kondisi inilah biasanya dimanfaatkan oleh aktor politik tersebut untuk melancarkan kepentingan politinya.

           Dalam prakteknya saja money politik hampir sama dengan suap-menyuap. Dimana suatu tindakkan untuk mengambil simpati dari orang lain agar orang tersebut mau mengikuti keinginannya dengan hanya memberikan lembar demi lembar uang saja. Ini merupakan kecurangan, permainan politik yang tidak baik (kotor). Dengan kata lain bahwa money politik merupakan perilaku politik yang tidak memiliki dasar kebaikan dalam berpolitik.
           Jika dilihat dari aturan dalam kampanye saja money politik ini merupakan sebuah bentuk pelanggaran dalam berkampanye. Money politik ini pada dasarnya dilakukan oleh kader politik menjelang hari H dalam Pemilu. Dalam praktek nya saja money politik ini biasanya dilakukan dengan pemberian sembako, seperti beras, mie instan, dan sebagainya ataupun dengan memberikan uang saja kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati dari masyarakat yang tak lain agar mereka mau memberikan hak suaranya ketika Pemilu nanti.

          Jika melihat pada pasal 22E ayat 1 UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, Pemilu dilaksanakan yaitu, lansung, bebas, umum, rahasia jujur dan adil. Disinilah letak yang sangat penting terhadap aspek demokrasi yang didasarkan atas aturan yang berlaku dalam pengambilan kebijakan agar kebijakan yang diputuskan mendapat dukungan dari pelaksanaan kebijakan tersebut.

          Dengan adanya fenomena ini muncul satu pertanyaan, sampai mana tingkat kesadaran masyarakat terhadap partisipasi politik serta ikut dalam kehidupan bernegara?. Pertanyaan itu mungkin belum bisa terjawab, karena pada hakekatnya tingkat kesejahtraan rakyat, buruknya pendukung infrasruktur yang masih relatif rendah, sehingga yang membuat pemilih mudah terprofokasi dalam kampanye kembing hitam. Dengan bertambahnya masalah yang sengaja diciptakan tanpa ujung penyelesaian, maka kejujuran, integritas diri pada aktor politik tak halnya seperti matahari terbit dan terbenam. Ketika nyalon kejujuran dan integritas diri muncul, namun ketika sudah menjadi aktor politik dalam instansi tertentu seolah-olah kejujuran dan integritas redup begitu saja, kadang hilang tak muncul kembali.

          Fenomena money politik ini merupakan fenomena yang masih sulit diberantas. Justru hal ini akan berdampak tidak baik pada proses pendidikan politik, partisipasi politik dan dalam proses demokrasi masyarakat. Jika fenomena ini sulit untuk diberantas, sedapat mungkin hal ini bisa diminimalisir demi terjalinnya kelangsungan berpolitik yang baik. Insya Allah.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Santri PPKn © 2017