Pada hakekatnya perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional utama, sehingga dengan demikian hukum internasional sama sekali tidak dapat dipisahkan dari keberadaan perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat oleh negara-negara. Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan yang dinyatakan secara formal antara dua negara atau lebih mengenai penetapan serta ketentuan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Berikut beberapa pengertian tentang perjanjian internasional dari beberapa ahli.
a. Oppenheimer Lauterpachtat
Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak yang mengadakannya.
b. Mochtar Kusumaatmadja
Perjanjian internasional adalah perjanjian antarbangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu.
Unsur-unsur perjanjian internasional berdasarkan pengertian dalam Konvensi Wina sebagai berikut:
a. Suatu persetujuan internasional,
b. Dibuat oleh negara-negara,
c. Dalam bentuk tertulis,
d. Didasarkan pada hukum internasional,
e. Dibuat dalam instrumen tunggal, dua atau lebih,
f. Memiliki nama apapun.
Perkembangan sejarah perjanjian internasional telah menunjukkan makin kompleksnya subjek maupun objek perjanjian internasional. Hal ini menimbulkan banyaknya istilah perjanjian internasional. Beberapa istilah dalam Perjanjian Internasional, sebagai berikut:
1. Traktat (treaty)
Traktat (treaty) yaitu suatu perjanjian antara dua negara atau lebih untuk mencapai hubungan hukum mengenai objek hukum (kepentingan) yang sama. Dalam hal ini, masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang mengikat dan mutlak, dan harus diratifikasi. Istilah traktat digunakan dalam perjanjian internasional yang bersifat politis. Misalnya, Treaty Contract tentang penyelesaian masalah dwi kewarganegaraan tahun 1955, antara pihak Indonesia-RRC. Dan pada tahun 1990 antara RI dengan Australia juga menandatangani suatu traktat tentang batas landas kontinen dan eksplorasi di celah Timor, yang dikenal dengan perjanjian “Celah Timor”.
2. Agreement
Agreement yaitu suatu perjanjian/persetujuan antara dua negara atau lebih, yang mempunyai akibat hukum seperti dalam treaty. Namun dalam agreement lebih bersifat eksekutif/teknis administrative (non politis), dan tidak mutlak harus diratifikasi, yaitu tidak perlu diundangkan dan disahkan oleh pemerintah/ kepala negara. Walaupun ada agreement yang dilakukan oleh kepala negara, namun pada prinsipnya cukup dilakukan dengan ditandatangani oleh wakil-wakil departemen dan tidak perlu ratifikasi. Misalnya, agreement tentang ekspor impor komoditas tertentu.
3. Konvensi
Konvensi yaitu suatu perjanjian/persetujuan yang lazim digunakan dalam perjanjian multilateral. Ketentuan-ketentuannya berlaku bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (lawmaking treaty). Misalnya, Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 di Montego-Jamaica.
4. Protokol
Protokol yaitu suatu perjanjian/persetujuan yang kurang resmi dibandingkan dengan traktat dan konvensi, sebab protokol hanya mengatur masalah-masalah tambahan, seperti penafsiran klausul-klausul atau persyaratan perjanjian tertentu. Oleh karena itu, lazimnya tidak dibuat oleh kepala negara. Contohnya, protokol Den Haag tahun 1930 tentang perselisihan penafsiran undang-undang nasionalitas tentang wilayah perwalian, dan lain-lain.
5. Piagam (statuta)
Piagam (statuta) yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan sebagai persetujuan internasional, baik mengenai lapangan-lapangan kerja internasional maupun mengenai anggaran dasar suatu lembaga. Misalnya Statuta of The International Court of Justice pada tahun 1945. Adakalanya piagam itu digunakan untuk alat tambahan/lampiran pada konvensi. Umpamanya Piagam Kebebasan Transit yang dilampirkan pada Convention of Barcelona tahun 1921.
6. Charter
Charter yaitu piagam yang digunakan untuk membentuk badan tertentu. Misalnya, The Charter of The United Nation tahun 1945 dan Atlantic Charter tahun 1941.
7. Deklarasi (declaration)
Deklarasi (declaration) yaitu suatu perjanjian yang bertujuan untuk memperjelas atau menyatakan adanya hukum yang berlaku atau untuk menciptakan hukum baru. Misalnya Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948.
8. Covenant
Covenant yaitu suatu istilah yang digunakan dalam pakta Liga Bangsa- Bangsa pada tahun 1920, yang bertujuan untuk menjamin terciptanya perdamaian dunia, meningkatkan kerja sama internasional, dan mencegah terjadinya peperangan.
9. Ketentuan penutup (final act)
Ketentuan penutup (final act) yaitu suatu dokumen yang mencatat ringkasan hasil konferensi. Di sini disebutkan tentang negara-negara peserta dan nama-nama utusan yang ikut berunding serta tentang hal-hal yang disetujui dalam konferensi itu, termasuk interpretasi ketentuan-ketentuan hasil konferensi.
10. Modus vivendi
Modus vivendi adalah suatu dokumen yang mencatat persetujuan internasional yang bersifat sementara, sampai berhasil diwujudkan secara permanen. Modus vivendi tidak memerlukan ratifikasi. Modus vivendi ini biasanya digunakan untuk menandai adanya perjanjian yang baru dirintis.
Tahap-Tahap Perjanjian Internasional:
Dalam konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional disebutkan bahwa dalam pembuatan perjanjian baik bilateral maupun multilateral dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Perundingan (negotiation)
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tertentu yang berkepentingan, di mana sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh karena itu, diadakan penjajakan terlebih dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara dapat diwakili oleh pejabat yang dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers). Selain mereka, juga dapat dilakukan oleh kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri, atau duta besar.
2. Penandatanganan (signature)
Penandatanganan naskah perjanjian dilakukan oleh para menteri luar negeri atau kepala pemerintahan. Untuk penandatanganan teks perundingan yang bersifat multilateral dianggap sah apabila 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali jika ditentukan lain. Namun demikian, perjanjian belum dapat diberlakukan masing-masing negara sebelum diratifi kasi.
3. Pengesahan (ratifi cation)
Ratifi kasi merupakan suatu cara yang sudah melembaga dalam kegiatan perjanjian internasional. Suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya. Dengan dilakukannya ratifi kasi terhadap perjanjian internasional, secara resmi perjanjian internasional dapat berlalu dan berkekuatan hukum.
Asas-asas dalam Perjanjian Internasional
Ada bermacam-macam asas yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh subjek hukum yang mengadakan perjanjian internasional. Asas-asas yang dimaksud seperti berikut ini.
- Pacta Sunt Servanda, artinya setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati.
- Egality Rights, artinya pihak yang saling mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama.
- Reciprositas, artinya tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal.
- Bonafides, artinya perjanjian yang dilakukan harus didasari oleh iktikad baik.
- Courtesy, artinya asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan negara.
- Rebus sic Stantibus, artinya dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu.
Daftar Pustaka:
Suwarni. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Arya Duta
Sumber Gambar:
https://id.usembassy.gov
0 komentar:
Posting Komentar